Pondok Melati dalam keragaman
Keberagaman daerah Bekasi mempunyai latar sejarah yang panjang, mulai pendudukan Belanda hingga datangnya pasukan Mataram yang berdiam di daerah tersebut, yaitu karena menghindari ancaman Sultan Agung yang akan membunuh seluruh pasukannya yang gagal melakukan penyerangan bila kembali ke Mataram-- pada saat pertempuran melawan VOC pada tahun 1629.[1]
Sisa pasukan
Mataram yang kalah perang
memutuskan menetap di wilayah
Bekasi membangun perkampungan baru dan membaur dengan masyarakat asli. Tentara
Mataram itu tak hanya berasal dari Jawa Tengah tapi juga dari Jawa Timur dan
Jawa Barat. Oleh karenanya di Bekasi terdapat beberapa daerah yang berdialek
Banten, berbahasa Sunda, Jawa atau campurannya.
Ketika tanah
jajahan Belanda jatuh ke tangan Inggris, tahun 1811 Thomas Stamford Raffles
menjadi Letnan Gubernur Jenderal yang berkuasa penuh di Pulau Jawa. Untuk
meningkatkan pendapatan negerinya,
Raffles banyak menjual tanah-tanah partikelir yang kebanyakan dibeli oleh
orang-orang Cina.
Abad 19
Belanda mengalami perubahan politik dari konservatif menjadi liberal. Kalangan
liberal mendorong kebebasan berusaha dan
berniaga kepada orang-orang Belanda tanpa campur tangan pemerintah. Pemerintah
Belanda juga memberlakukan UU Agraria dalam
Agrarische Wet dan Agrarische Besluit yang berupaya melindungi pribumi atas tanah mereka. Pemerintah
juga membuka peluang kepada orang asing untuk menyewa tanah penduduk (paling
lama 75 tahun), dan mendorong para
pengusaha membuka perkebunan swasta seperti karet, kopi, tebu dll.
Kepemilikan
tanah perkebunan di wilayah Bekasi didominasi tuan tanah yang berasal dari
etnis Cina, yang menguasai tanah yang luasnya
hampir tiga perempat wilayah Bekasi. Sedangkan seperempatnya dikuasai pribumi. Sejak awal abad ke 20 hingga tahun 1942 hampir seluruh tanah partikelir di Bekasi
dikuasai tuan-tuan tanah Cina, sebagian besar penduduk Bekasi hanya
menjadi buruh tani.[2]
Interaksi yang
panjang dengan berbagai bangsa dan suku
membuat Bekasi mempunyai berbagai ragam suku dan agama yang hidup
berdampingan secara damai. Salah satunya adalah daerah Pondok Melati yang
terkenal dengan tingkat toleransi yang tinggi sehingga menjadi daerah
percontohan kerukunan antar umat beragama tingkat nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar