Senin, 14 Maret 2016

Pondok Melati dalam keragaman



Keberagaman daerah Bekasi mempunyai latar sejarah yang panjang, mulai pendudukan Belanda hingga datangnya pasukan Mataram yang berdiam di daerah tersebut, yaitu karena menghindari ancaman Sultan Agung yang akan membunuh seluruh pasukannya yang gagal melakukan penyerangan bila kembali ke Mataram-- pada saat pertempuran melawan VOC pada tahun 1629.[1]
Sisa pasukan Mataram yang kalah perang  memutuskan  menetap di wilayah Bekasi membangun perkampungan baru dan membaur dengan masyarakat asli. Tentara Mataram itu tak hanya berasal dari Jawa Tengah tapi juga dari Jawa Timur dan Jawa Barat. Oleh karenanya di Bekasi terdapat beberapa daerah yang berdialek Banten, berbahasa Sunda, Jawa atau campurannya.
Ketika tanah jajahan Belanda jatuh ke tangan Inggris, tahun 1811 Thomas Stamford Raffles menjadi Letnan Gubernur Jenderal yang berkuasa penuh di Pulau Jawa. Untuk meningkatkan pendapatan negerinya, Raffles banyak menjual tanah-tanah partikelir yang kebanyakan dibeli oleh orang-orang Cina.
Abad 19 Belanda mengalami perubahan politik dari konservatif menjadi liberal. Kalangan liberal mendorong kebebasan berusaha  dan berniaga kepada orang-orang Belanda tanpa campur tangan pemerintah. Pemerintah Belanda juga memberlakukan UU Agraria dalam  Agrarische  Wet dan Agrarische Besluit yang berupaya melindungi pribumi atas tanah mereka. Pemerintah juga membuka peluang kepada orang asing untuk menyewa tanah penduduk (paling lama 75 tahun), dan mendorong para pengusaha membuka perkebunan swasta seperti karet, kopi, tebu dll. 
Kepemilikan tanah perkebunan di wilayah Bekasi didominasi tuan tanah yang berasal dari etnis Cina, yang menguasai tanah yang luasnya hampir tiga perempat wilayah Bekasi. Sedangkan seperempatnya dikuasai pribumi. Sejak awal abad ke 20 hingga tahun 1942  hampir seluruh tanah partikelir di Bekasi dikuasai tuan-tuan tanah Cina, sebagian besar penduduk  Bekasi hanya  menjadi buruh tani.[2]
Interaksi yang panjang dengan berbagai bangsa dan suku  membuat Bekasi mempunyai berbagai ragam suku dan agama yang hidup berdampingan secara damai. Salah satunya adalah daerah Pondok Melati yang terkenal dengan tingkat toleransi yang tinggi sehingga menjadi daerah percontohan kerukunan antar umat beragama tingkat nasional.




[1] Andi Sopandi,  Sejarah & Budaya Kota Bekasi: Sebuah Catatan Perkembangan     Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi  (Kota Bekasi: Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Kepariwisataan Pemerintah Kota Bekasi, 2011), h. 19.

[2]  Ibid, hh. 20-40.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar